reviewnya ada dibawahh,, disini file docx aslinya
1.
PENDAHULUAN
Ketika ancaman radikalisme perlahan mengepung kehidupan
kebangsaan, yang diperlukan adalah menjangkarkan kembali nilai-nilai Pancasila
yang sudah menjadi kesepakatan atau konstitusi permanen bangsa. Saat ini
keluhuran nilai Pancasila mulai dirasakan kehilangan daya gugah untuk
memproteksi bangsa dari gangguan ideologi yang hendak menggantikannya.
Ketidakmampuan mengimplementasikan Pancasila dengan demikian membuka peluang
suburnya ideologi lain untuk tumbuh.
Implementasi Pancasila dalam rezim pascareformasi memang
tidak lagi bergema. Dilatari dengan pengalaman traumatik untuk tidak lagi
membawa Pancasila jatuh pada penafsiran tunggal seperti yang dipraktikkan Orde
Baru, yang ada sekarang justru telah meminggirkan Pancasila dari keseharian
kehidupan kebangsaan. Pancasila tidak lagi diminati sebagai dasar dari praktik
pemerintahan. Hal ini kian terasa khususnya pada pemerintahan SBY-Boediono. Redupnya
Pancasila saat ini bisa terlihat bagaimana pemerintahan ini dikelola.
Pembangunan ekonomi digerakkan dalam alur neoliberal, yang minim orientasi
keadilan sosial. Demokrasi memang mulai tercipta, namun janji kesejahteraan
masih jauh dari harapan. Soekarno dalam pidatonya di BPUPKI 1 Juni 1945 sudah
mewanti, “kalau kita mencari demokrasi hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi
permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politik economische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan
sosial.”
Tidak hanya itu, saat ini kita juga mengalami
keretakan akan bangunan ke-Indonesiaan yang di dalamnya terantai kebhinekaan.
Kebhinekaan terancam oleh banyaknya kekerasan atas nama agama. Terasa sekali
pluralisme sebagai fundamen dasar kehidupan bangsa ini mulai terdesak oleh
adanya beberapa kelompok radikal yang sepertinya tidak menghendaki perbedaan
sebagai takdir kebangsaan. Benih-benih kebencian akan perbedaan tersebut juga
ikut menyuburkan radikalisasi.
Dalam ruang sesak pencapaian pengelolaan pemerintah
tersebut, dengan demikian meminjam penegasan Jusuf Kalla bahwa selama masih ada
kemiskinan dan ketidakadilan, serta belum meratanya kesejahteraan rakyat,
selama itu pula benih radikalisme dan teror masih mungkin terus terjadi di
Indonesia (Kompas, 1/5).
Oleh karena itu, pemerintah saat ini harus bergegas menunaikan janjinya.
Sedikit saja menunda perwujudan janji, maka semakin memberi ruang bagi
menumpuknya radikalisme. Belum ditunaikannya janji pemerintah bisa dibaca
misalnya, ketika Presiden SBY pada 9 Februari 2011 saat peringatan Hari Pers
Nasional (HPN) berjanji akan membubarkan kelompok radikal yang mempunyai
catatan melakukan pelanggaran hukum berkali. Presiden saat itu menyatakan bahwa
bila ada kelompok masyarakat atau organisasi masyarakat resmi yang berulangkali
melakukan dan bahkan menganjurkan tindakan kekerasan, maka aparat keamanan
harus membubarkan organisasi tersebut, sesuai aturan hukum dan etika demokrasi.
Janji-janji mulai kesejahteraan sampai pembubaran
kelompok radikal yang masih belum tertepati seperti menegaskan bahwa pemerintah
belum dapat menjalankan amanat konstitusi dengan Pancasila sebagai pedoman
utama dalam penyelenggaraan pemerintahan. Tanpa revitalisasi penggalian kembali
nilai dasar Pancasila sulit kiranya bagi bangsa ini untuk keluar dari
bayang-bayang radikalisasi. Sebagai cermin pertama dari revitalisasi Pancasila
yang mendesak dilakukan saat ini adalah pemerintah tidak boleh abai akan
janjinya mensejahterakan rakyat.
Komentar
Posting Komentar